Senin, 27 Juni 2011

Daftar dan Arti Fam Orang Manado serta Sedikit Sejarah singkatnya

Kota Manado pada Malam Hari

Dalam bahasa Minahasa terutama dimana dalam bahasa sehari-hari Melayu Manado
“nama keluarga” disebut Fam. Dimana kata ini sebenarnya berasal dari bahasa
Belanda van yang kemudian setelah melalui beberapa proses disebut sebagai
Fam.
Penggunaan fam tersebut dilakukan sekitar awal abad 19 di negeri
Belanda. Waktu itu rakyatnya diwajibkan mempunyai Fam. Sebelumnya memang
sudah punya Fam akan tetapi belum menyeluruh.
Demikian pula yang berlangsung di Minahasa kira-kira pada abad 19.
Sebelumnya memang ada orang yang memakainya , tetapi belum menyeluruh.
Seperti halnya Bastian Saway, Fam tersebut ada sejak akhir abad ke 17. Pedro
Ranty abad 18 dan kemudian awal abad ke 19 terdapat nama Fam seperti Matinus
Dotulong (akhir abad 18, Hendrik Dotulong, Frederik Lumingkewas, Abraham
Lotulong, dlll).
Pada tahun 1831 tibalah di Minahasa dua orang penginjil Protestan JF
Riedel dan JF Schwarz di Langowan. Mereka sebagai penginjil dan mengabarkan
injil sekaligus membaptis anggota baru yang masuk kristen. Pada waktu itu
setiap orang dipermandikan mendapat sebuah nama Alkitab atau nama Eropa,
seperti Daniel, Jan, Piet, Frans dan lainnya. Pada saat pembaptisan orang
tersebut diberi sebuah nama Fam, nama keluarga.
Biasanya nama tersebut nama ayah (nama satu-satunya yang dipakai) yang
disusul dengan nama baptis atau Fam. Disamping nama ayah, nama tersebut juga
diambil dari nama nenek pria. Biasanya nama ayah atau nenek pria itu adalah
nama asli Minahasa, seperti Watuseke, Sarapung, Korengkeng, Turang, Sondakh
dan lainnya. Nama baptis tersebut dijadikan nama panggilan yang diambil dari
nama-nama di Alkitab atau dari negeri Eropa barat terutama dari Belanda.
Karena itulah setiap orang Minahasa bernama panggilan atau nama sehari-hari
dari Alkitab dan Belanda.
Berdasarkan data tersebut, nama orang Minahasa atau Fam sekarang
diambil dari nama panggilan setiap orang pria. Sedangkan nama wanita tidak
diturunkan sehingga dilupakan oleh sebagian orang.
Dengan hanya mengenal nama panggilan satu-satunya, tentu ada nama
pengenal jika nama itu dipakai beberapa orang. Hal itu dibedakan dengan
adanya sikap, cacat, atau tanda sesuatu pada orang yang kita maksud. Seperti
Wanta Kento jika ia pincang, Wilem Todeo Kokong (Wilem berkepala lonjong),
Min Pirop (min bermata buta) dan lainnya.
Ada nama-nama yang menyatakan sifat dari orang yang dimasud, seperti ia
seorang pemberani dinamai Mamauaya dari kata wuaya atau berani. Mama’it atau
Ma’it orang yang selalu memasak agak kebanyakan garam. Oki atau kecil adalah
orang selalu mengecilkan sesuatu dan sebagainya.
Masih banyak nama-nama yang mengikuti sifat, kepribadian, tempat
tinggal, pekerjaan, perjuangan dan lainnya. Kesemua ini pada akhirnya
dipergunakan oleh orang Minahasa walaupun dia berada di luar daerah. Fam
tersebut khususnya mengikuti garis keturunan orang tua laki-laki.
Sebagai contoh, karena pekerjaannya selalu menebang pohon, disebut
Pele. Sesuai tempat tinggal, dimana daerahnya selalu terjadi kebakaran
karena adanya kilat dipanggil Pongilatan. Kalau dia tinggal pada suatu bukit
atau gunung ia disebut Wuntu. Kalau dia mau naik bukit atau gunung disebut
Mawuntu. Suatu tempat yang bersifat serong atau miring dikatakan Kawilaran.
Kalau menerka disebut Tumeleap. Tempat dimana sering dicungkil tanahnya
dengan sebuah tongkat disebut Tu’ila dan pemiliknya dinamai demikian.
Sedangkan pekerjaannya sering memotong dengan sebuah parang disebut
Sumanti. Di dalam bahasa Tombulu kata ini mengandung arti lain, yaitu batu
pujaan. Dalam bahasa Tondano disebut Panimbe. Ranting-ranting kering yang
disebut Rankang dipergunakan untuk merintangi tempat jalan.
Daftar fam orang Minahasa/Manado
A

Abutan : Pembersih
Adam : Tenang
Agou : Anoa
Akai : Penjaga
Aling : Pembawa
Alui : Pelipur lara
Amoi : Teman sekerja
Andu : Tempat bersenang
Anes : Tawakal
Angkouw : Keemasan
Anis : Penghalau
Antou : Nama kembang
Arina : Tiang tengah
Assah : Pembuka jalan
Awondatu : Yang dikehendaki
Awui : Senang

B

Batas : Pemutus
Bella : Pasukan
Bokau : Bibit emas
Bokong : Mengikat
Bolang : Penangkap ikan
Bolung : Perisai
Bororing : Pembuat roreng
Boyoh : Pendamai
Buyung : Penurut

D

Damongilala: Benteng
Damopoli : Jujur dan adil
Dapu : Mematahkan
Datu : Pemimpin
Datumbanua : Kepala Walak
Dayoh : Karunia
Dededaka : Panah lidi hitam
Dendeng : Suara yang terang
Dengah : Hakim
Dewat : Menyeberangi
Dien : Dihiasi
Dimpudus : Cerdik kepalanya
Dipan : Ukuran depa
Dompis : Pekerja baik
Dondo : Prinsip
Dondokambei : Prinsip tetap
Donsu : Jimat penolak
Doodoh : Penggerak
Doringin : Penari
Dotulong : Pahlawan besar
Dumais : Menggenapi
Dumanauw : Pemenang
Dumbi : Didepan
Dungus : Berkedudukan
Dusaw : Pembuka

E

Egam : Menjaga
Egetan : Lonceng kecil
Ekel : Lirikan
Elean : Arah barat
Eman : Dipercaya
Emor : Lengkap
Endei : Dekat
Engka : Pegang
Enoch : Pilihan
Ering : Kurang besar

G

Ganda : Bambu besar
Gerung : Bunga ukiran
Gerungan : Bunga-bunga ukiran
Gigir : Mengikis rata
Gimon : Rupa yang indah
Girot : Pemutus
Goni : Cerdik
Goniwala : Cerdik akal
Gonta : Langkah
Gosal : Timbunan
Gumalag : Menanduk
Gumansing: Pembujuk
Gumion : Pegangan

I

Ilat : Menunggu
Imbar : Yang dibuang
Inarai : Baju jimat
Ingkiriwang : Dari angkasa
Inolatan : Pegang tangan
Intama : Pembawa
Item : Hitam

K

Kaat : Penglihatan
Kaawoan : Mampu kerja
Kaendo : Teman mapalus
Kaeng : Sempit
Kaes : Menyiram
Kainde : Ditakuti
Kairupan : Kekuatan
Kalalo : Amat berani
Kalangi : Dari langit
Kalempou : Mengunjungi
Kalempouw : Kawan baik
Kalengkongan: Tepat berjatuhan
Kalesaran : Pusat segala usaha
Kalici : Mempesona
Kaligis : Sama keluarga
Kalitow : Tertinggi
Kaloh : Sahabat setia
Kalonta : Perisai kayu
Kalumata : Pedang perang
Kamagi : Bunga hias
Kambey : Bunga hias
Kambong : Obor
Kamu : Pegang teguh
Kandio : Amat kecil berarti
Kandou : Bintang pagi
Kapantouw : Pembuat
Kaparang : Pandai mengukir
Kapele : Amat tegas
Kapoh : Pemuja
Kapoyos : Dukun pijat
Karamoy : Penunjuk
Karau : Antara
Karinda : Kawan serumah
Karundeng : Pengusut
Karuyan ; Di kejauhan
Karwur : Subur
Kasenda : Kawan sehidangan
Katopo : Keturunan opo
Katuuk : Pemegang rahasia
Kaunang : Cerdik
Kawatu : Pendirian teguh
Kawengian : Bintang sore
Kawilarang : Diatas terbuka
Kawulusan : Benteng
Kawung : Tersusun keatas
Kawuwung : Berkelebihan
Keincem : Penyimpan rahasia
Kekung : Pedang perisai
Keles : Bayi
Kelung : Perisah
Kembal : Agak lemah
Kembau : Kurang kuat
Kembuan : Sumber
Kenap : Genapkan
Kepel : Penakluk
Kerap : Seiring
Kere : Testa
Kesek : Penuh sesak
Kewas : Tumbuhan
Khodong : Kecil, menentukan
Kilapong : Batu kilat
Kindangen : Yang diberkati
Kirangen : Dimalui
Kiroiyan : Pengembara
Kodongan : Mengecil
Kojongian : Penggeleng kepala
Koleangan : Pemain
Kolibu : Banyak bekerja
Koloday : Saudara lelaki
Koly : Suka kerja
Komaling : Pembawa
Komaling : Penghormat
Kondoi : Lurus kedudukannya
Kontul : Kerja sendiri
Kopalit : Pendamai
Koraah : Suka panas matahari
Korah : Suka panas matahari
Korengkeng : Penakluk
Korompis : Hasil kerja yang baik
Koropitan : Penghukum
Korouw : Perkasa
Korua : Membagi dua
Kotambunan : Penimbun
Kountud : Kerja sendiri
Kowaas : Penggemar barang kuno
Kowonbon : Tahan uji
Kowu : Penempah
Kowulur : Ke gunung
Koyansouw : Pengipas
Kuhu : Menampakkan
Kulit : Kecukupan
Kullit : Cukup
Kumaat : Melihat
Kumaunang : Penyelidik cerdik
Kumayas : Membongkar
Kumendong : Pengumpul tenaga
Kumolontang : Melompat keliling
Kumontoy : Lurus hati
Kupon : Diharapkan
Kusen : Penutup
Kusoi : Cerdik

L

Lala : Berjalan
Lalamentik : Semut api
Lalowang : Perlumba
Lalu : Pendesak
Laluyan : Melintasi
Lambogia : Paras jernih
Lampah : Tak seimbang
Lampus : Tembus
Lanes : Kurang semangat
Langelo : Menapis
Langi : Tinggi
Langitan : Tinggian
Langkai : Dihormati
Languyu : Tanpa tujuan
Lantang : Berharga
Lantu : Penentu
Laoh : Manis
Lapian : Teladan
Lasut : Pemikir cerdas
Legi : Menipis
Legoh : Penelan manis pahit
Lembong : Pembalas budi
Lempas : Kedudukan
Lempou : Kunjungan
Lengkey : Dimuliakan
Lengkoan : Penghalang
Lengkong : Pendidik
Lensun : Diharapkan
Leong : Main
Lepar : Tujuan
Lesar : Halaman
Lewu : Tersendiri
Liando : Penimbang
Limbat : Berganti
Limbong : Ingat budi
Limpele : Penurut
Lincewas : Tumbuhan obat
Lintang : Bunyi-bunyian
Lintong : Pusat persoalan
Liogu : Jernih
Litow : Tinggi
Liu : Bijaksana
Liwe : Air mata
Loho : Perindu
Loing : Pengawas
Lolombulan : Bulan purnama
Lolong : Bulan
Lomboan : Lemparan keatas
Lompoliu : Pengajar
Lonan : Ramah
Londa : Perahu
Londok : Tinggi
Longdong : Penjaga
Lontaan : Pembuka jalan
Lontoh : Tinggi keatas
Losung : Pendesak
Lowai : Bayi lelaki
Lowing : Mengawasi
Ludong : Kepala negeri
Lumanau : Biasa berenang
Lumangkun : Penyimpan rahasia
Lumatau : Berpengetahuan
Lumempouw : Meliwati
Lumenta : Terbit
Lumentut : Bukti
Lumi : Meminggir
Lumingas : Membersihkan
Lumingkewas : Tepat dlm segala hal
Lumintang : Menunggalkan
Luminuut : Berpeluh
Lumoindong : Melindungi
Lumondong : Berlindung
Lumowa : Meliwati
Lumunon : Muka bercahaya
Luntungan : Memiliki jambul
Lutulung : Penolong

M

Maengkom : Penakluk
Maengkong : Mendidik
Mailangkai : Yang ditinggikan
Mailoor : Disenangi
Maindoka : Kecukupan
Mainsouw : Bersaudara 9
Mait : Obat pahit
Makadada : Memuaskan
Makal : Penutup lubang
Makaley : Melindungi/menutup
Makaliwe : Air mata
Makangares : Mengharap
Makaoron : Mengulung musuh
Makarawis : Puncak gunung
Makarawung : Tinggi usaha
Makatuuk : Hidup sentosa
Makawalang : Orang kaya
Makawulur : Dihormati
Makiolol : Selalu ikut
Makisanti : Dengan pedang
Malingkas : Tetap berada
Mamahit : Dukun obat pahit
Mamangkey : Pengangkat
Mamantouw : Penubuat
Mamanua : Pembuka negeri
Mamarimbing : Pemberi kesuburan
Mamba : Ditetapkan
Mambo : Penetapan
Mambu : Pemberi supa
Mamengko : Pemberi teka-teki
Mamentu : Pemberi rasa
Mamesah : Pembuka rahasia
Mamoto : Penjelasan
Mamuaya : Pemberi
Mamuntu : Mencapai puncak
Mamusung : Penangkal
Manalu : Ditingkatkan
Manampiring : Membuat jalan
Manangkod : Menahan musuh
Manapa : Pertanyaan
Manarisip : Membetulkan
Manaroinsong: Sumber air
Manayang : Pergi jauh
Mandagi : Menghiasi bunga
Mandang : Melambung tinggi
Mandey : Pandai
Manebu : Dewa peninjau
Manese : Bertindak dahulu
Mangare : Minta dibujuk
Mangempis : Merendahkan diri
Mangindaan : Tahan uji
Mangkey : Angkat
Mangowal : Pemancung
Mangundap : Berbahaya
Manimporok : Ke puncak
Manopo : Bersama datuk (opo)
Manorek : Mengganggu
Mantik : Meneliti/menulis
Mantiri : Pembuat benda halus
Mantoauw : Nubuat
Manua : Negeri
Manurip : Menyisip
Manus : Taruhan
Mapaliey : Menakuti musuh
Maramis : Menggenapi
Marentek : Tukang besi
Maringka : Berkekuatan
Masie : Tumbuhan obat
Masinambau : Tujuan pasti
Masing : Bergaram
Masoko : Pokok
Matindas : Ramping
Maukar : Menjaga
Mawei : Pembimbing
Maweru : Pembaharu
Mawikere : Teladan
Mawuntu : Kedudukan tinggi
Mekel : Lindungi
Mema : Berbuat
Mende : Pemalu
Mendur : Berguntur
Mengko : Teka-teki
Mentang : Pemutus
Mentu : Rasa
Mesak : Pendesak
Mewengkang : Pembuka jalan
Mewoh : Lemah lembut
Mince : Main
Mincelungan : Main perisai
Minder : Menderu
Mingkid : Pemberi acuan/konsep
Mogot : Penebus
Mokalu : Bersaudara
Mokolensang : Berdiam diri
Mokorimban : Pemberani
Momongan : Pemilik
Momor : Persatuan yang baik
Momuat : Pengurus jamuan
Mondigir : Meratakan
Mondong : Menyembunyikan
Mondoringin : Meratakan jalan
Mondou : Berangkat pagi
Mongi : Kuat kekar
Mongilala : Pengusir musuh
Mongisidi : Saksi dan bukti
Mongkaren : Membongkar
Mongkau : Mencari emas
Mongkol : Mematung
Mongula : Pemohon berkat
Moniaga : Kebesaran
Moninca : Pembuah ramai
Moningka : Penambah tenaga
Moniung : Menangis kecil
Mononimbar : Suka memberi
Mononutu : Pekerja tekun
Montolalu : Pembagi tugas
Montong : Pembawa
Montung : Pengangkat
Motto : Jelas
Muaya : Berani
Mudeng : Berdengung jauh
Mukuan : Mempunyai buku
Mumek : Penyelidik
Mumu : Simpanan cukup
Mundung : Bernaung
Muntu : Gunung
Muntu untu : Gunung bersusun
Muntuan : Ke gunung
Musak : Didesak
Mussu : Penjaga setia

N

Nangka : Diangkat
Nangon : Diangkat
Nangoy : Dipikul
Naray : Jimat
Nayoan : Diberi berkat
Nelwan : Tempat terbang
Nender : Gerakan
Ngala : Dirintangi
Ngangi : Di hati
Ngantung : Ditimbulkan
Ngayouw : Dmajukan
Ngion : Diperoleh

O

Ogi : Goyang
Ogot : Hakimi
Ogotan : Kena dendam
Oleng : Pikulan
Oley : Teladan
Ombeng : Kelebihan
Ombu : Cetakan rupa
Ompi : Tertutuo
Ondang : Pedang
Onsu : Jimat
Opit : Jepitan
Oroh : Perselisihan
Otay : Bertawakal

P

Paat : Pengangkat
Pai : Besar
Paila : Cukup besar
Pakasi : Pemberian
Palangiten : Sinar matahari
Palar : Tapak tangan
Palenewen : Dibenamkan
Palenteng : Peniup
Palilingan : Nasehat baik
Palit : Bekas luka
Panambunan : Timbunan besar
Panda : Pinter
Pandean : Amat pandai
Pandelaki : Pemegang bibit
Pandey : Pinter, pandai
Pandi : Penghancur
Pandong : Tenaga kuat
Pangalila : Berlebihan
Pangau : Jauh kedalam
Pangemanan : Dipercaya
Pangila : Berlebihan
Pangkerego : Suara nyaring
Pangkey : Diangkat
Pantonuwu : Tegas
Pantouw : Penolong bijaksana
Parengkuan : Kepala jimat
Paruntu : Tempat ketinggian
Paseki : Pengikat
Pasla : Tepat tujuan
Pauner : Tengah
Pele : Jimat
Pelengkahu : Emas tulen
Pendang : Pengajar
Pepah : Lemah lembut
Pesik : Pancaran bara
Pesot : Cekatan
Piay : Biasa
Pinangkaan : Tempat yang tinggi
Pinantik : Ditulis
Pinaria : Hubungan erat
Pinontoan : Menunggu
Pioh : Cucu
Piri : Semua satu
Pitong : Memungut
Pitoy : Diikuti
Podung : Dijunjung
Pola : Pengajak
Poli : Tempat suci
Polii : Pelita
Polimpong : Didewakan
Politon : Gembira selalu
Poluakan : Air berkumpul
Pomantouw : Penubuat
Ponamon : Pengasih
Pondaag : Pendamai
Pongayouw : Penghulu perang
Ponggawa : Pemberani
Pongilatan : Berkilat
Pongoh : Berisi padat
Ponosingon : Terbang
Pontoan : Menunggu
Pontoan : Menunggu
Pontoh : Pendek
Pontororing : Bercahaya
Poraweouw : Penunjukan
Porayouw : Perenang
Porong : Tudung kepala
Posumah : Pembagi
Potu : Tekun
Poyouw : Yang diberikan
Pua : Buah
Pungus : Pengawas
Punuh : Orang terdahulu
Purukan : Punya kedudukan
Pusung : Penangkal serangan
Putong : Penyelidik

R

Raintung : Daun bergerigi
Rambi : Bunyi merdu
Rambing : Bunyi suara merdu
Rambitan : Tambahan bunyi
Rampangilei : Kembar bersih
Rampen : Kelebihan
Rampengan : Berkelebihan
Ransun : Bawang
Ranti : Pedang
Rantung : Terapung
Raranta : Naik tangga
Rares : Sehat
Rarun : Sudah tua
Rasu : Penyimpan
Ratag : Terlepas
Ratu : Batu jumat
Ratulangi : Jimat dari langit
Ratumbuisang: Batu berbintik
Ratuwalangaouw: Batu berantai
Ratuwalangon: Batu panjang
Ratuwandang : Batu merah
Rau : Jauh
Rauta : Dewata
Regar : Bebas
Rei : Bebas celaka
Rembang : Burung rawa
Rembet : Berpegang teguh
Rempas : Memasak
Rengku : Tundukan
Rengkuan : Ditunduki
Rengkung : Dihormati
Repi : Pemikir
Retor : Penghalang
Rimper : Potong rata
Rindengan : Bergerigi
Rindengan : Sama-sama
Rindo-rindo : Suara gemuruh
Robot : Lebih
Rogahang : Berkeringat
Rogi : Banyak bicara
Rolangon : Berantai
Rolos : Kepala
Rombot : Dilebihi
Rompas : Penyimpan rahasia
Rompis : Pekerja baik/rukun
Rondo : Lurus
Rondonuwu : Bicara lurus
Rooro : Penggerak
Rori : Dihormati
Rorimpandey : Sempurna
Roring : Kemuliaan
Rorintulus : Cahaya
Rosok : Tepat
Ruaw : Bulan purnama
Ruidengan : Bersama
Rumagit : Menyambar
Rumambi : Membunyikan
Rumampen : Jadi satu
Rumampuk : Memutuskan
Rumayar : Mengibarkan
Rumbay : Tidak perduli
Rumende : Mendekati
Rumengan : Sejaman
Rumenser : Tetesan air
Rumimpunu : Yang dimuka
Rumincap : Berhati baik
Rumokoy : Membangunkan
Rumpesak : Kedudukan
Runturambi : Kehormatan

S

Salangka : Benda persembahan
Salendu : Banyak ide
Sambouw : Bunga kayu
Sambuaga : Bunga kayu cempaka
Sambul : Berlimpah
Sambur : Melimpah
Samola : Membesar
Sangkaeng : Paras kecil
Sangkal : Satu paras
Sarapung : Perkasa
Saraun : Sepintas remaja
Sarayar : Buka jemuran
Sariowan : Pelancong
Sarundayang : Pengiring
Saul : Lengah
Seke : Perorangan
Seko : Sentakan
Sembel : Penuh
Sembung : Bunga
Semeke : Tertawa
Senduk : Senang
Sengke : Guling
Sengkey : Pengguling
Senouw : Cepat
Sepang : Cabang jalan
Sigar : Kaya
Sigarlaki : Kekayaan
Simbar : Terbuang
Simbawa : Banyak kemauan
Sinaulan : Penasehat
Singal : Perintang musuh
Singkoh : Dibatasi
Sinolungan : Memprakarsai
Sirang : Potongan
Siwu : Penghancur musuh
Siwy : Siulan
Solang : Pedang
Somba : Pelindung
Sompi : Penyimpan rahasia
Sompotan : Meluputkan
Sondakh : Pengawas
Soputan : Letusan
Sorongan : Bergeser
Suak : Kepala
Sualang : Karunia
Suatan : Pengharapan
Sumaiku : Panjang idenya
Sumakud : Menewaskan
Sumakul : Menewaskan
Sumangkud : Terikat
Sumanti : Mempergunakan
Sumarandak : Gemerincing
Sumarauw : Pendidik
Sumele : Pembatas
Sumendap : Menyinari
Sumesei : Pengawas
Sumilat : Mengangkat
Sumlang : Main pedang
Sumolang : Memainkan pedang
Sumual : Memiliki kelebihan
Sumuan : Mengesahkan
Sundah : Tidak menetap
Sungkudon : Buah persembahan
Suot : Puas
Supit : Menjepit musuh
Surentu : Banyak bicara
Suwu : Serbu

T

Taas : Kuat
Tairas : Terangkat dari dalam
Talumepa : Berjalan didaratan
Talumewo : Perusak
Tambahani : Senang bersih
Tambalean : Menuju Barat
Tambarici : Dibelakang
Tambariki : Dibelakang
Tambayong : Gemar kekayaan
Tambengi : Amat cepat
Tambingon : Keliling
Tamboto : Menghias kepala
Tambun : Timbun
Tambunan : Timbunan
Tambuntuan : Puncak tinggi
Tambuwun : Menandingi
Tamon : Disayangi
Tampa : Bunga
Tampanatu : Bunga api
Tampanguma : Bunga mekar
Tampemawa : Turun kelembah
Tampenawas : Memotong daun
Tampi : Setia
Tampinongkol: Suka berkelahi
Tandayu : Pemuji
Tangka : Amat tinggi
Tangkere : Teladan
Tangkow : Nyanyian
Tangkudung : Perisai pelindung
Tangkulung : Perisai pelinding
Tanod : Tambu
Tanor : Tambur
Tanos : Teratur
Tarandung : Jalan
Taroreh : Diangkat
Taulu : Dijunjung
Tawas : Penawar mujarab
Tendean : Tempat Berpijak
Tengges : Tempat memasak
Tenggor : Menghilang
Tengker : Bergemuruh
Terok : Pedagang keliling
Tidayoh : Senang dihormati
Tiendas : Berkurang
Tikoalu : Penakluk
Tikonuwu : Pandai bicara
Tilaar : Kerinduan
Timbuleng : Pemikul
Timpal : Persekutuan
Tinangon : Terangkat
Tindengen : Pemalu
Tintingon : Melambung
Tirayoh : Senang dihormati
Tiwa : Menaiki puncak
Tiwow : Berniat
Toalu : Didepan
Todar : Bertahan
Togas : Pantang surut
Tololiu : Penghambat
Tombeng : Secepat angin
Tombokan : Berkelebihan
Tombokan : Pemukul akhir
Tompodung : Dijunjung
Tompunu : Membuyarkan musuh
Tongkeles : Percepat
Tooi : Pengikut
Torar : Biasa matahari
Torek : Berkekurangan
Towo : Dari atas
Tuegeh : Tumpukan
Tuera : Perintah
Tulandi : Pemecah batu
Tular : Penasehat
Tulenan : Tetap tolong
Tulung : Pandai menolong
Tulus : Penengah
Tulusan : Menengahi
Tumanduk : Pelindung
Tumangkeng : Merombak
Tumatar : Kebiasaan
Tumbei : Berkat
Tumbelaka : Diberkati
Tumbol : Penopang
Tumbuan : Kaya
Tumembouw : Berteman
Tumengkol : Penahan
Tumewu : Melenyapkan
Tumilaar : Yang dirindukan
Tumilesar : Telentang
Tumimomor : Tempat yang baik
Tumiwa : Ingatan
Tumiwang : Mengingat
Tumober : Hadiah
Tumondo : Tujuan pasti
Tumonggor : Disiapkan
Tumundo : Pembawa terang
Tumurang : Pemberi bibit
Tumuyu : Yang dituju
Tunas : Asli
Tundalangi : Tatapan dari langit
Tungka : Terangkat
Turang : Menopang
Turangan : Berkelebihan
Tuwaidan : Lengkap
Tuyu : Penunjuk
Tuyuwale : Menuju rumah

U

Uguy : Pembawa rejeki
Ukus : Kurang gemuk
Ulaan : Ditakuti
Umbas : Kuat bersih
Umboh : Penolak bahaya
Umpel : Menyenangkan
Undap : Cahaya sinar
Unsulangi : Diatas
Untu : Gunung

W

Waani : Pahlawan
Wagei : Tertarik
Wagiu : Cantik/rupawan
Waha : Bara api
Wahon : Moga-moga
Wakari : Teman serumah
Wala : Cahaya
Walalangi : Cahaya dari langit
Walanda : Cahaya berlalu
Walandouw : Cahaya siang
Walangitan : Cahaya kilat
Walean : Komplek rumah
Walebangko : Rumah besar
Walelang : Rumah tinggi
Waleleng : Rumah tersendiri
Walian : Dukun
Walintukan : Taufan
Waluyan : Lewat
Wanei : Prajurit
Wangania : Buat sekarang
Wangko : Besar
Wantah : Patokan
Wantania : Patokan tetap
Wantasen : Yang jadi patokan
Wariki : Pendidik
Watah : Berani
Watti : Nubut
Watugigir : Batu licin
Watuna : Biji bersih
Watung : Timbul terus
Watupongoh : Teguh
Waturandang : Batu merah
Watuseke : Berani
Wauran : Cabut pilihan
Wawoh : Ketinggian
Wawointama : Cita-cita tinggi
Wawolangi : Di ketinggian
Wawolumaya : Diatas puncak
Waworuntu : Diatas gunung
Weku : Penasehat
Welong : Kurang daya
Welong : Pemikul
Wenas : Penyembuh
Wenur : Persembahan
Weol : Penasehat
Wetik : Berperan
Wilar : Pembuka
Winerungan : Menghiasi
Winokan : Men coba
Woimbon : Bercahaya
Wokas : Penyelidik
Wola : Cahaya
Wondal : Jimat
Wongkar : Membangun
Wonok : Peruntuk
Wonte : Kuat teguh
Wooy : Hujan rahmat
Worang : Kuat ikatan
Worotikan : Pancarana api
Wotulo : Pembersih
Wowilang : Pendorong
Wowor : Obat kesohor
Wuisan : Pengusir
Wuisang : Mengusir
Wulur : Puncak
Wungkana : Gelang jimat
Wungow : Bicara seenaknya
Wuntu : Gunung
Wurangian : Pemarah
Wuwung : Kelebihan
Wuwungan : Diatas Atap


Sabtu, 25 Juni 2011

Mengenang Pergolakan Permesta di Minahasa

P R O K L A M A S I
Demi keutuhan Republik Indonesia, serta demi keselamatan dan kesejahteraan Rakyat Indonesia pada umumnya, dan Rakyat Daerah di Indonesia Bagian Timur pada khususnya, maka dengan ini kami nyatakan seluruh wilayah Teritorial VII dalam keadaan darurat perang serta berlakunya pemerintahan militer sesuai dengan pasal 129 Undang - Undang Dasar Sementara, dan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1948 dari Republik Indonesia.
Segala peralihan dan penyesuaiannya dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dalam arti tidak, ulangi tidak melepaskan diri dari Republik Indonesia.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa beserta kita dan menurunkan berkat dan hidayatNya atas umatNya.-


Makassar, 2 M a r e t 1957.-
Panglima Tentara & Territorial VII


Letkol. H.N.V. Sumual


Nrp. 15958




Demikian proklamasi Ventje Sumual, penguasa militer di Indonesia Timur, tanggal 2 Maret 1957 dini hari. Pembacaan proklamasi ini disusul dengan pembacaan Piagam Perjuangan Semesta oleh Letkol Saleh Lahade. Pada tahap selanjutnya gerakan ini lebih dikenal dengan gerakan Permesta. Permesta yang diprakarsai oleh pihak militer Indonesia Timur ini kemudian mendapat sambutan antusias dari masyarakat karena program-program yang dijalankannya sesuai dengan tuntutan rakyat daerah pada saat itu. Daerah komando militer dari TT-VII/Wirabuana saat itu meliputi seluruh Indonesia bagian Timur, yang mencakup Propinsi Sulawesi, Propinsi Maluku, Propinsi Sunda Kecil dan Propinsi Papua Barat yang saat itu masih dikuasai Belanda. Pada tanggal 20 Maret 1957 Letkol Ventje Sumual mengumumkan pembagian wilayah TT-VII/ Wirabuana dari 4 provinsi menjadi 6 provinsi, dengan dua provinsi yang dibagi menjadi dua yaitu Provinsi Sulawesi (Propinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan) dan Sunda Kecil (Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).

Negara Indonesia saat itu memang menghadapi masalah utama post war, yaitu kesejahteraan rakyat Indonesia. Pihak militer merasakan bahwa prajuritnya tidak sejahtera, tinggal di barak-barak peninggalan Belanda yang telah penuh bocor dan tidak bersekat antara satu keluarga prajurit dengan prajurit lain sehingga timbul masalah privasi, peralatan militer yang sebagian besar tidak optimal fungsinya, masalah perebutan Irian Barat dari tangan Belanda, masalah intern Angkatan Darat, dan sebagainya. Di pihak lain, masyarakat sipil juga menghadapi masalah kesejahteraan sosial.


Pembangunan di Indonesia Timur dianggap sebelah mata oleh Pusat (Jakarta). Jalan-jalan penuh lubang dan tidak beraspal, infrastruktur yang tidak memadai, hanya meminjam bangunan rakyat, dan lain sebagainya.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi para pemerintahan daerah daerah adalah sebagai berikut: Biasanya anggaran pembelanjaan daerah tahunan dibuat dan dikirim pada setiap akhir tahun untuk tahun-anggaran baru. Tetapi anggaran tersebut setelah diteliti di Pusat akan mengalami potongan-potongan. Otorisasinya baru akan diterima pada pertengahan tahun-anggaran yang berjalan dan biasanya baru dapat diuangkan pada akhir September atau awal Oktober dalam tahun-anggaran berjalan. Karena itu dana yang ada jelas tidak mungkin habis digunakan pada akhir tahun-anggaran, padahal pada awal tahun-anggaran baru kelebihan itu harus disetor kembali. Kemudian kembali akan diadakan pengajuan anggaran baru, pemotongan, otorisasi dan keterlambatan, dan akhirnya mengembalikan dana lebih. Demikian dari tahun ke tahun, sehingga daerah secara nyata tidak pernah mendapat kesempatan untuk menikmati anggarannya secara penuh. Akibatnya pembangunan tidak ada yang dapat dikerjakan, daerah tetap terkebelakang dan rakyat tetap miskin dan tidak akan mampu meningkatkan taraf hidupnya. Keadaan yang sudah bertahun-tahun menimpa daerah ini telah menjadikan rakyatnya kecewa sehingga menjadi calon-calon pengikut komunis (PKI) atau Darul Islam (barisan sakit hati) yang potensial.

Sulawesi Utaralah yang solider terhadap Permesta. Daerah Sulawesi Selatan tidak lagi antusias dengan Permesta sehingga Sulsel tidak dapat diharapkan lagi untuk menjadi basis Permesta. Pada bulan Juni 1957, setelah TT-VII/Wirabuana dibubarkan dan dipecah menjadi empat KODAM (Merdeka, Hasanuddin, Pattimura dan Udayana), maka golongan yang pro-Permesta yang pada umumnya anak Manado akhirnya membangun kekuatan di Manado untuk tujuan pembangunan daerah.

Salah satu proyek penting Permesta di daerah ini adalah pendirian Universitas Permesta tanggal 23 September 1957 di Sario Manado. Memang di daerah ini belum memiliki universitas milik pemerintah.

Tanggal 30 September 1957 Presiden Soekarno mengadakan kunjungan resmi di Universitas Permesta di Sario Manado kemudian berkunjung ke Tomohon untuk menghadiri perayaan HUT Sinode GMIM ke-23 di Gereja Sion Tomohon. Di gereja Sion ia berpidato: "...bahwa Ketuhanan itulah sendi utama Republik Indonesia. Demikian Tuhan adalah pegangan kita," serta ayat dalam Injil Yohanes 1:1 (kelak, ucapan ini disitir oleh Permesta untuk menyerang paham komunis yang diperkenalkan oleh Soekarno sendiri dalam wujud pengesahan PKI). Setelah itu ia menghadiri jamuan makan di Kantor Sinode GMIM (kini berdiri Akper Bethesda). Kunjungan ini turut dihadiri oleh Duta Besar Amerika Serikat, Mesir, Pakistan, Swedia serta tiga orang menteri RI.

Situasi dan kondisi saat itu sedang memanas, antara Pusat dengan Permesta, sehingga peristiwa kedatangan Soekarno ini mendapatkan keuntungan tersendiri bagi Permesta, dan menambah dukungan moril bagi Permesta, menumbuhkan keyakinan pada masyarakat umum bahwa gerakan Permesta adalah sah-sah saja oleh pemerintah pusat.

Tanggal 17 Februari 1958, dua hari setelah PRRI di Sumatera memutuskan hubungan dengan Pemerintah Pusat di Jakarta, Permesta mengadakan rapat raksasa di lapangan Sario Manado dimana Letkol D.J. Somba mengumumkan pernyataan yang sangat pendek: “Rakyat Sulutteng termasuk militer solider pada keputusan PRRI dan memutuskan hubungan dengan pemerintah RI.”

Konsekuensinya adalah pemberontakan bersenjata. Ini dibuktikan tanggal 22 Januari dengan pernyataan perang bersenjata dari Pemerintah Pusat yang menjatuhkan beberapa bom di Manado. Mulai saat itu berlakulah slogan “civis pacem para bellum, yang mencintai damai haruslah bersedia perang”. Pihak Permesta berkata, “Lebih terhormat bangkit dan melawan, daripada mati di ujung peluru bangsa sendiri,” atau “Torang mungkin kalah di pertempuran, mar bukang di peperangan.”

Dukungan rakyat terhadap Permesta sendiri begitu besar hingga disebutkan “Samua penduduk, binatang, deng pohon, deng rumput pun samua pro Permesta!”

Pada saat Tentara Pusat mengadakan operasi merebut semua daerah Permesta serta menjatuhkan beberapa selebaran, maka Permesta membalasnya dengan mengumumkan semboyan penggugah “Hanya kalau kering Danau Tondano, rata Gunung Lokon, Klabat dan Soputan, baru Tentara Djuanda dapat menginjakkan kakinya di Minahasa.”

Permesta kemudian membangun kekuatan militer dalam satuan divisi yang bernaung di bawah kendali Kabinet Revolusioner PRRI pimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara, tandingan dari Kabinet Karya pimpinan Djuanda. Divisi Permesta sendiri merupakan bagian dari Angkatan Perang Revolusioner (APREV) PRRI dengan Panglima Besar Mayjen Revolusioner Alex E. Kawilarang, Kepala Staf Angkatan Darat Revolusioner (ADREV) dipimpinan panglimanya Brigjen Revolusioner H.N. Ventje Sumual, serta Angkatan Udara Revolusioner (AUREV) dipimpin Komodor AUREV Petit Muharto Kartodirjo (asal Jawa). Pemerintahan sipil Permesta dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri (Waperdam) PRRI Kolonel Joop Warouw.
Pada tanggal 12 April 1958, tiga pesawat pertama yang diperbantukan dalam pertahanan udara PRRI (dalam AUREV) berupa pesawat B-26 Bomber diberangkatkan dari US Clarck Airfield di Filipina menujuMapanget. Kemudian pemboman AUREV pertama kali dilakukan di Lapangan Mandai Makassar pukul 5:35-5:51 pagi hari. Sebetulnya pengeboman di LU Mandai Makassar sebenarnya akan menggunakan 2 pesawat pembom B-26. Namun pesawat yang satunya, yang dikendalikan oleh penerbang berkebangsaan AS jatuh setelah mengadakan take off dari LU Mapanget. Peristiwa ini mengakibatkan gugurnya 2 pilot AS, dan seorang serdadu telegrafis Permesta. Pengeboman selanjutnya dilakukan di Balikpapan (4x yaitu 16 April, 22 April, 28 April dan 19 Mei), Ambon dengan lapangan udara Pattimuranya (7x, mulai 27 April, 28 April, 1 Mei, 8 Mei, 15 Mei, 18 Mei), Ternate (5x), Morotai (3x), Bitung, pelabuhan Palu-Donggala-Balikpapan (16 dan 20 April), Gorontalo, dan lain-lain.

Untuk melumpuhkan Jakarta, Permesta mengadakan “Operasi Djakarta II" di bawah komando Panglima KDP II/Minahasa Letkol D.J. Somba. Rencana ofensif secara bertahap terhadap ibukota RI Jakarta ini dibekali dengan persediaan senjata dan amunisi untuk satu divisi dan tenaga-tenaga prajurit yang cukup militan dalam latihan, serta air-cover (perlindungan udara) dari pesawat AUREV. Rencana Operasi Djakarta II itu adalah sebagai berikut: Pertama, merebut kembali daerah Palu/Donggala yang telah dikuasai Tentara pusat, dari sana menyerang & menduduki Balikpapan dengan kekuatan 1 resimen RTP, sasaran kedua adalah Bali, sasaran ketiga adalah Pontianak, sasaran terakhir adalah menyeberang ke Jawa untuk selanjutnya menyerbu Jakarta. Operasi ini bertujuan untuk menekan Pemerintah Pusat di Jakarta agar berunding dengan PRRI. Namun operasi ini gagal akibat tanggal 15 Mei 1958 sejumlah besar pesawat AUREV dihancurkan AURI di Mapanget, Tasuka/Kalawiran serta tertangkapnya Allan Pope, agen CIA yang membantu Permesta sebagai pilot AUREV.
Tanggal 16 Juni 1958 dilakukan pendaratan pertama kali Tentara Pusat secara besar-besaran di pantai Kema Minahasa dengan nama Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol. Roekmito Hendraningrat berkekuatan 4.000 tentara gabungan APRI/TNI. Tanggal 26 Juni kota Manado jatuh ke tangan Tentara Pusat. Tanggal 21 Juli Tondano jatuh menyusul kejatuhan Tomohon, pusat kekuatan Permesta saat itu, pada tanggal 16 Agustus akibat pengkhianatan Mayor Mongdong. Dengan kejatuhan Tomohon ini, kota-kota kecil di selatan dengan mudah direbut Tentara Pusat. Memang Permesta sempat mengadakan serangan umum besar-besaran serentak di Minahasa, yang diberi nama "Operation Djakarta Special One" pada tanggal 17 Februari 1959, namun usaha ini kurang berhasil.

Perundingan-perundingan perdamaian antara Permesta dan Pemerintah RI diadakan secara terselubung. Broer Tumbelaka melakukan pendekatan dengan Permesta atas nama Pemerintah Pusat. Usaha ini berhasil sehingga pada 4 April 1961 diadakanlah upacara perdamaian Permesta dan Pemerintah Pusat di Malenos Baru – Amurang (saat itu masih berupa hutan jati). D.J. Somba selaku Komandan KDM-SUT prapergolakan bersenjata membacakan pernyataan bahwa Permesta “kembali ke pangkuan ibu pertiwi.” Pada tanggal 14 April 1961 diadakan upacara defile "Penyelesaian" secara resmi yang diadakan di Susupuan, yaitu perbatasan kota Tomohon dengan Desa Woloan.

Sebagai hasil penyelesaian Pemerintah Pusat di Jakarta dengan Alex Kawilarang dan D.J. Somba, diperkirakan 27.055 orang, 25.176 di antaranya anggota militer, serta 8.000 di antaranya bersenjata, mengakhiri pemberontakan mereka. Dari jumlah ini, diperkirakan 5.000 orang adalah bekas anggota TNI. Pada bulan Februari 1961, Yus Somba memperkirakan kekuatan total Permesta sekitar 43.000 orang, 5.000 di antaranya dari KDM-SUT, dan 9.000 bekas anggota KNIL (1.000 diantaranya sudah pensiun). Jumlah Pasukan Wanita Permesta (PWP) yang menyerahkan diri saat itu adalah 1.502 orang.

Perang Pergolakan Permesta ini menimbulkan duka bagi orang Minahasa. Dalam perang tahun 1958-1961, Pergolakan Permesta memakan sekitar 15.000 nyawa melayang. Selain itu ada 394 desa di seluruh Sulutteng musnah dibakar, puluhan ibukota kecamatan dan satu ibukota kabupaten (Kotamobagu) musnah dibakar. Namun, dalam tempo sebulan sesudah perdamaian, pengungsi mulai turun ke kampung memperbaiki rumahnya. Sebagai contoh, penduduk Kakaskasen langsung mendirikan 600 pondok, rumah, sekolah darurat dan balai pengobatan di antara puing-puing kampungnya.

Rakyat memang merupakan korban utama dari perang saudara ini. Ada 27.000 kepala keluarga atau seperempat dari total penduduk Minahasa yang kehilangan tempat tinggalnya akibat menyingkir ke pedalaman, kebun, sabuah, dan lain-lain.

Menurut keterangan KSAD A.H. Nasution, dalam perang melawan tentara Permesta banyak korban yang jatuh dari pihak TNI. Dikatakan bahwa rata-rata tiap hari jatuh 5 orang korban di pihak TNI, sehingga diperkirakan jumlah kerugian nyawa yang diderita Tentara Pusat sekitar 5.500 orang. Dalam catatan pemerintah, Peristiwa Permesta ini memakan korban 10.150 orang dari pihak RI tewas (2.499 prajurit, 956 anggota OPR atau hansip, 274 polisi dan 5.592 penduduk sipil). Sedangkan di pihak PRRI/Permesta, ada 22.174 yang tewas.


Sumber: 
Mengenang Pergolakan Permesta di Minahasa 

Asal Usul Suku dan Rumah Adat Minahasa

Rumah Adat Minahasa



Menurut fakta- fakta penyelidikan kebudayaan dunia dan benda- benda purbakala. Di tanah Minahasa sendiri kaum pendatang mempunyai ciri seperti: Kaum Kuritis (berambut keriting),Kaum Lawangirung (berhidung pesek) dan Kaum Malesung/ Minahasa yang menurunkan suku-suku :Tonsea, Tombulu, Tompakewa, Tolour, Bantenan (Pasan,Ratahan),Tonsawang, Bantik (sekitar tahun 1590).
Suku Minahasa atau Malesung mempunyai pertalian dengan suku bangsa Filipina dan Jepang, yang berakar pada bangsa Mongol didataran dekat Cina. Hal ini nyata tampak dalam bentuk fisik seperti mata, rambut, tulang paras, bentuk mata, dll.
-Tingkatan atau status social
Golongan Makasiow (pengatur ibadah yang disebut Walian/ Tonaas) hingga saat ini istilah yang dipakai adalah 2 X 9 ( 9 orang tonaas yang menempati posisi antara Sang penguasa dengan Surga dan Bumi, Baik tidak Baik, dan semua hal tentang keseimbangan Golongan Makatelu pitu (pengatur/ pemerintah dengan gelar Patu’an atau 3 X 7 Teterusan/ kepala desa dan pengawal desa disebut Waranei ( 7 orang pengatur/ pemerintah)
Golongan Makasiow Telu 9 x 9
Seiring waktu, jumlah penduduk bertambah, tempat tinggal mulai padat dan lahan terbatas, maka keturunan Toarlumimuut berpencar tumani (membuka lahan baru)untuk kelangsungan taranak mereka serta Golongan Pasiyowan Telu (rakyat).
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan
Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua.
-Sistem kekerabatan suku minahasa (kota Manado)
Kota Manado secara hukum adat merupakan wilayah dari Tanah Minahasa, dimana masyarakatnya sebagian besar berasal dari Suku Minahasa yakni Sub Suku Tombulu, Tonsea, Tontemboan atau Tompakewa, Toulour, Tonsawang, Pasan atau Ratahan, Ponosakan, dan Bantik. Ada juga masyarakat pendatang dari luar negeri, seperti Bangsa Cina yang telah kawin mawin dengan orang Manado-Minahasa dan keturunannya disebut Cina Manado, Bangsa Portugis dan Spanyol yang keturunannya disebut Orang Borgo Manado, Bangsa Belanda yang keturunannya disebut Endo Manado serta Bangsa Arab, Jepang, dan India dimana perkawinan mereka bersifat endogam.Disamping itu, ada pula penduduk Kota Manado yang berasal dari Suku Sangihe Talaud, Bolaang Mongondouw, Gorontalo serta daerah lainnya dari seluruh Indonesia yang telah sekian lama menetap.
-Sistem mata pencaharian
Seperti perikanan darat dan laut, pertanian, peternakan, dan kerajinan. Namun rata-rata masyarakat Kota Manado mempunyai profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI dan POLRI, Pengusaha dan Karyawan, Buruh, Sopir, Tukang, dan Pembantu.
-Sistem Kepercayaan
Masyarakat Kota Manado masih memiliki kepercayaan lama, yakni kepercayaan kepada dewa-dewa yang menghuni alam sekitar, seperti Opo Empung (Tuhan), Opo nenek moyang, Opo kerabat, mahluk-mahluk penghuni gunung, sungai, mata air, hutan, bawah tanah, pantai dan laut, hujan, dan mata amgin.
Selain itu ada juga kepercayaan yang berhubungan dengan mahluk halus lainnya, seperti mukur, pontianak, setang mangiung-ngiung, pok-pok, panunggu, jin, dan lulu.
-Perkampungan
Pola perkampungan dari tiap-tiap kelurahan di wilayah Kota Manado pada umumnya terletak diatas tanah dataran, baik dataran tinggi maupun dataran rendah secara berkelompok padat. Kelurahan yang satu dengan kelurahan yang lainnya sambung-menyambung menjadi satu kesatuan mengikuti jalan raya maupun memanjang mengikuti jalan-jalan kecil dan juga lorong-lorong.
-Letak & Orientasi
Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara sungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang Mongondow.
-Pengaruh system kekerabatan&kepercayaan pada rumah adat minahasa
Rumah tradisional Minahasa berbentuk rumah panggung atau rumah kolong.
Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.
-Konsep ruang dalam arsitektur tradisional
Bahan material yang dipergunakan umumnya adalah kayu dari jenis pohon yang diambil dari hutan, yaitu kayu besi, linggua, jenis kayu cempaka utan atau pohon wasian, jenis kayu nantu, dan kayu maumbi. Kayu besi digunakan untuk tiang, kayu cempaka untuk dinding dan lantai rumah, kayu nantu untuk rangka atap. Bagi masyarakat strata ekonomi rendah menggunakan bambu petung/ bulu jawa untuk tiang, rangka atap dan nibong untuk lantai rumah, untuk dinding dipakai bambu yang dipecah.
Arsitektur rumah tradisional Minahasa dapat dibagi dalam periode sebelum gempa bumi tahun 1845 dan periode pasca gempa bumi 1845-1945.
Karakteristik ruang dalam rumah, hanya terdapat satu ruang bangsal untuk semua kegiatan penghuninya. Pembatas territorial adalah dengan merentangkan rotan atau tali ijuk dan menggantungkan tikar. Orientasi rumah menghadap ke arah yang
ditentukan oleh Tonaas yang memperoleh petunjuk dari Empung Walian Wangko (Tuhan).
Karakteristik ruang dalam rumah masa 1845-1945 berbeda dengan sebe
lumnya, karena sudah terdapat beberapa kamar, seperti badan rumah terdepan berfungsi sebagai ruang tamu/ ruang setup emperan, ruang tengah/ pores difungsikan untuk menerima kerabat dekat, dan ruang tidur untuk orang tua dan anak perempuan, ruang tengah belakang tempat lumbung padi (sangkor). Ruang masak terpisah p
ada bangunan lainnya. Fungsi loteng/ soldor adalah sama dengan masa sebelumnya yang diperuntukkan menyimpan hasil panen (gambar 3 dan gambar 4).
Karakteristik konstruksinya:
Atap:
- rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan limas.
- Atapnya berupa konstruksi kayu/ bambu batangan yang diikat dengan tali ijuk pada usuk dari bambu.
- badan bangunan menggunakan konstruksi kayu dan sistem sambungan pen.
Tiang:
- kolong bangunan terdiri dari 16-18 tiang penyangga.
- ukuran ∅80-200 cm (ukuran dapat dipeluk oleh dua orang dewasa).
- Tinggi tiangnya 3-5 cm.
- Tiang tangga terbuat dari akar pohon besar atau bambu.
Tiang (thn 1845-1945)
- tiang penyanggah berukuran lebih kecil dan lebih pendek, , yaitu sebesar 30/30 cm atau 40/40 cm.
- Tinggi 1,5-2,5 meter
Perubahan Fisik Rumah Tradisional Minahasa
Perubahan fisik rumah tradisional Minahasa nampak pada perubahan konstruksi dan material, sebagai berikut:
1) Perubahan konstruksi atap kasau di Desa Tonsealama menjadi konstruksi atap peran
dengan kuda kuda berdiri, perubahan dilakukan setelah 30-40 tahun pembangunan ( pada
waktu daya tahan kayu menurun sesuai dengan umur konstruksi kayu).
Di Desa Rurukan, masyarakat tetap mempertahankan konstruksi atap rumahnya, baik dalam bentuk konstruksi atap kasau ataupun atap peran.
Rangka badan rumah tetap, tetapi perubahan nampak pada pengisi konstruksi dinding dan konstruksi jendela. Perubahan konstruksi dinding terjadi setelah bangunan rumah berumur 70 tahun. Material konstruksi dinding terpasang horisontal dirubah dengan memasang secara vertikal
(khususnya di Desa Tonsealama). Konstruksi jendela 2 sayap diubah menjadi jendela kaca nako/ jalusi (di Desa Tonsealama dan Desa Rurukan).
material konstruksi atap rumbia diganti dengan atap seng. Perubahan material konstruksi atap di Desa Tonsealama, dilakukan sejak tahun 1920 sampai saat ini, dan di Desa Rurukan perubahan dilakukan sejak 1932 sampai saat ini. Sesuai penuturan penghuni rumah, umur atap rumbia adalah 10-15 tahun, dan saat ini material atap rumbia sulit diperoleh dan kualitasnya menurun karena masa pakainya hanya 1-3 tahun.