Sabtu, 25 Juni 2011

Negeri Lama dan Baru, Atas dan Bawah di Minahasa

Tuguh Kacang Kawangkoan
Petunjuk berkembangnya pelayaran perdagangan pantai di Sulawesi Utara, khususnya di Minahasa adalah dengan penemuan keramik China dinasti Thang abad ke-tujuh. Kapal layar Jung China telah membawa keramik ke Minahasa untuk dagang tukar dalam pelayarannya kepusat penghasil rempah-rempah cengkeh dan pala di Ternate Tidore. Dan ketika kedatangan kapal-kapal dari Eropa yang kemudian mengambil alih kapal-kapal Bugis-Makassar pada abad 16, perdagangan pantai menjadi semakin ramai.
Setiap Pakasa’an memiliki pelabuhan sendiri-sendiri yang diperuntukan bagi penduduk pegunungan untuk turun kepantai. Seperti contoh, ketika penduduk dihutan Pakewa Tumaratas yang turun kepantai barat pada abad ke-13 yang kemudian membentuk masyarakat Tompakewa ditempat yang kemudian bernama Kecamatan Tombasian – Amurang. Maka dari itu sub ethnik Tontemboan sekarang ini pada jaman tempo dulu disebut Tompakewa. Nama ini (Tompakewa) kemudian menghilang karena dalam perjalanan sejarah diabad ke-16, Tompakewa memihak kepada Bolaang Mongondouw.
Penduduk Kawangkoan yang sekarang ini lebih sering disebut Kawangkoan Atas turun kewilayah Amurang kemudian mendirikan negeri dengan nama Kawangkoan Bawah, dan penduduk Rumoong Atas yang turun kewilayah Amurang, kemudian mendirikan negeri dengan nama Rumoong bawah.
Penduduk negeri lama yang pindah mendirikan negeri yang baru dengan tetap menggunakan nama negeri yang lama adalah Tonsea Lama yang pindah kedataran rendah dekat jalan ke tepi laut menjadi Tonsea Baru (Airmadidi), dan negeri Paku Ure (lama) yang pindah mendirikan negeri Paku Weru (baru). Perpindahan yang baru terjadi memasuki tahun 1900 adalah Tompaso Lama yang mendirikan negeri Tompaso Baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar